Aku Menjadi Selingkuhan Ayah Tiriku

Sebut saja Rendra, laki-laki 40 tahunan yg menikahi Bundaku 1,5 tahun yg lalu. Ayah Rendra menikahi Bundaku sejak Bunda menjanda akibat Ayah kandungku meninggal karena penyakit.

Setelah Ayah Rendra menikahi Bundaku, dgn sebisa mungkin Bunda mendekatkanku pada Ayah
Rendra, dgn sering mengajakku jalan-jalan, sering membelikanku barang-barang yg aku suka,
pokoknya semua yg aku inginkan selalu dipenuhi oleh Ayah Rendra, sampai akhirnya hatiku luluh
dan aku dekat dgn Ayah Rendra.

Ayah Rendra meskipun usianya sudah 40 tahunan, tetapi Ayah masih terlihat gagah sekali.
Wajahnya ganteng, badannya masih atletis karena Ayah Rendra setiap pagi selalu rutin berolah raga.
Semakin lama Ayah Rendra semakin dekat dgnku, aku merasakan kasih sayg yg lebih dari Ayah
Rendra.aku sering manja-manjaan dgn Ayah Rendra ketika sedang santai dirumah bersama dgn
Bunda juga. Tetapi semakin lama aku merasakan ada yg berbeda dari Ayah Rendra, entah itu hanya
perasaanku saja atau emang benar aku belom mengatahuinya.

ketika aku lahir aku diberi nama oleh Bundaku Amelia, umurku waktu ini 17 tahun. Tetapi postur
badanku tidak seperti pada gadis seumuranku, aku mempunyai postur badan yg tinggi, badan sintal,
dan yg jelas perkembangan buah dada dan bokongku cepat sekali, jadi buah dada terlihat besar 36
dan bokongku besar sampai menonjol keluar. Penampilanku jika berdandan bisa dibilang mirip
perempuan yg sudah bekerja. Kalau dirumah aku juga suka menggunakan pakaian santai dgn celana
pendek yg hanya menutupi kemaluanku dan tengtop srtitku sesampai buah dadaku terlihat menonjol
dgn jelas.

Perubahan sifat Ayah aku rasakan ketika sedang santai berdua dgn Ayah tanpa ada Bunda, Ayah
mengelus paha mulusku sembari sesekali mencolek bokongku yg besar. sampai waktu aku berpamitan
untuk pergi kesekolah aku yg biasanya hanya mencium pipi Ayah Rendra sekarang Ayah juga
mencium bibirku. Aku pun merasakan ciuman Ayah menandakan sesuatu hal. Tetapi aku masih
bingung dgn yg aku rasakan, aku tidak meolak sama sekali dgn yg Ayah lakukan kepadaku. Bahkan
aku sedikit menikmati perlakuan Ayah kepadaku. sampai akhirnya.
Hari ini cuaca cukup panas. Aku mengambil inisiatif untuk mandi. Kebetulan aku hanya sendirian di
rumah. Mamah membawa kedua adikku liburan ke luar kota karena lagi liburan sekolah. Dgn hanya
mengenakan handuk putih, aku sekenanya menuju kamar mandi. Setelah membersihkan badan, aku
merasakan segar di badanku. Begitu hendak masuk kamar, tiba-tiba satu suara yg cukup akrab di
telingaku menyebut namaku. 
Mel.. Mel.., Ayah pulang..” ujar lelaki yg ternyata Ayahku.
“Kok cepat pulangnya Pah..?” tanyaku heran sembari mengambil baju dari lemari.
“Iya nih, Ayah capek..” jawab Ayah dari luar.
“Kamu masak apa..?” tanya Ayah sembari masuk ke kamarku.

Aku sempat kaget juga. Ternyata pintu belom dikunci. Tetapi aku coba tenang-tenang saja. Handuk
yg melilit di badanku tadinya kedodoran, aku ketatkan lagi. Kemudian membalikkan badan. Ayah
rupanya sudah tiduran di ranjangku.

“Ada deh..,” ucapku sembari memandang Ayah dgn senyuman.
“Ada deh itu apa..?” tanya Ayah lagi sembari membetulkan posisi badannya dan memandang ke
arahku.
“Memangnya kenapa Yah..?” tanyaku lagi sedikit bercanda.
“Nggak ada racunnya kan..?” candanya.
“Ada, tapi kecil-kecil..” ujarku menyambut canda Ayah.
“Kalau gitu, Ayah bisa mati dong..” ujarnya sembari berdiri menghadap ke arahku.
Aku sedikit gelagapan, karena posisi Ayah tepat di depanku.
“Kalau Ayah mati, gimana..?” tanya Ayah lagi.
Aku sempat terdiam mendengar pertanyaan itu.
“Lho.., kok kamu diam, jawab dong..!” tanya Ayah sembari menggenggam kedua tanganku yg sedang
memegang handuk.
 
Aku kembali terdiam. Aku tidak tahu harus bagaimana. Bukan jawabannya yg membuatku diam,
tetapi keberadaan kita di kamar ini. Apalagi kondisiku setengah bugil. Belom lagi terjawab, tangan
kanan Ayah memegang daguku, sementara sebelah lagi tetap menggenggam tanganku dgn hangat.
Ia angkat daguku dan aku menengadah ke wajahnya. Aku diam saja diperlakukan begini. Kulihat
pancaran mata Ayah begitu tenangnya. Lalu kepalanya perlahan turun dan mengecup bibirku. Cukup
lama Ayah mengulum bibir merahku. Perlahan tetapi pasti, aku mulai gelisah. Gairahku mulai terusik.
Tanpa kusadari kuikuti saja keindahan ini.

Hasrat remajaku mulai keluar ketika tangan kiri Ayah menyentuh buah dadaku dan melakukan
remasan kecil. Tidak hanya bibirku yg dijamah bibir tebal Ayah. Leher jenjang yg ditumbuhi rambut-rambut
halus itu pun tidak luput dari sentuhan Ayah. Bibir itu kemudian berpindah ke telingaku.
“Yahh..” kataku ketika lidah Ayah masuk dan menggelitik telingaku. Ayah kemudian membaringkan
badanku di atas kasur empuk.

“YAhh.. nanti ketahuan Bunda..” sebutku mencoba mengingatkan Mamah.
Tetapi Ayah diam saja, sembari menindih badanku, bibirku dikecupnya lagi. Tidak lama, handuk yg
melilit di badanku disingkapkannya.
“Amelia, badan kamu sangat harum..” bisik Ayah lembut sembari mencampakkan guling ke bawah.

Dalam posisi ini, Ayah tidak puas-puasnya memandang badanku. Rambut halus yg membalut kulitku
semakin meningkatkan hasratnya. Apalagi begitu pandangannya mengarah ke buah dadaku.
 
Kamu udah punya pacar, Mel..?” tanya Ayah di telingaku.
“Aku hanya menggeleng pasrah”
Ayah kemudian membelai dadaku dgn lembut sekali. Seolah-olah menemukan mainan baru, Ayah
mencium pinggiran buah dadaku.
“Uuhh..,” desahku ketika rambut kumis yg dipotong pendek itu menyentuh dadaku, sementara
tangan Ayah mengelus pahaku yg putih. Puting buah dada yg masih merah itu kemudian dikulum.
“Yahh.. oohh..” desahku lagi.
“yahh.. nanti Mamm..” belom selesai kubicara, bibir Ayah dgn sigap kembali mengulum bibirku.
“Ayah sayg Amelia..” kata Ayah sembari memandangku.


Sekali lagi aku hanya terdiam. Tetapi sewaktu Ayah mencium bibirku, aku tidak diam. Dgn panasnya
kita saling memagut. Waktu ini kita sudah tidak memikirkan status lagi. Puas mengecup putingku,
bibir Ayah pun turun ke perut dan berlabuh di selangkangan. Ayah memang pintar membuatku
terlena. Aku semakin terhanyut ketika bibir itu mencium kemaluanku. Lidahnya kemudian mencoba
menerobos masuk. Nikmat sekali rasanya. Badanku pun mengejang dan merasakan ada sesuatu yg
mengalir cepat, siap untuk dimuntahkan.
“Ohh, ohh..” desahku panjang.

Subscribe to receive free email updates: